Cast:
Prisia Nasution as Laura
Adinia Wirasti as Marsha
Director: Dinna Jasanti
Writer: Titien Watimena
Director of Photography: Roy Lolang
bipolar disorder adalah adalah jenis penyakit psikologi, ditandai dengan perubahan mood (alam perasaan) yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan mania. Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim.
(wikipedia)
beberapa hari yang lalu, seseorang nyuruh gue mengulas film ini setelah dia nonton ni film di RCTI dan dia bilang film ini aneh. lalu, gue memenuhi permintaannya.
okeh... apa korelasinya bipolar disorder dengan laura dan marsha? kedua tokoh utama film ini emang kayak dua kutub bipolar disorder itu. dimana laura (prisia nasution) kayak menderita depression episode.... dan marsha (adinia wirasti) kayak penderita manic episode. jadi singkatnya, dari yang gue tangkap, kedua tokoh utama film ini adalah dua orang penderita gangguan jiwa.
sayangnya, karena ini film nggak mendeskripsikan kedua cewek itu menderita gangguan psikologi, jadi orang-orang awam yang nggak ngerti soal psikologi akan menganggap mereka cuma dua orang cewek biasa, people like us, dengan masalah hidup, antusiasme, sifat, dan harapan masing-masing. hal itu akan bikin penonton menganggap akting pemain di film ini lebay. atau... emang filmnya benaran lebay dan gue doank yang kelewatan genius bilang mereka manic disorder dan depression disorder. ya... antara kedua hal itulah kalee ya?
|
satu-satunya dialog 'normal' ya cuma pada adegan ini. membuktikan kalau bukan akting adinia atau prisia yang salah, tapi penokohan dan naskah dialognya yang jelek. di adegan ini, laura dan marsha baru kelihatan kayak orang normal, people like us, sementara hampir di semua adegan lain, mereka kayak penderita manic n depression. |
menurut gue, dalam film yang mengisahkan kehidupan sehari-hari, sebaiiknya dihindari penokohan dengan karakter yang ekstrem. kecuali film lo jelas-jelas bilang kalau salah satu karakter menderita gangguan mental. contoh: joker di film the dark knight, mickey n mallory di film natural born killer, atau Dr. Hannibal Lecter di film the silent of the lambs.
soalnya gini, kalau lo manusia normal (dalam arti nggak punya gangguan jiwa) meski dalam keadaan depresi, lo nggak bakal nunjukin emosi secara ektrem dong di depan orang lain yang nggak lo kenal? sementara di film ini, laura dan marsha bisa. marsha dengan gampangnya minta rokok, memberi tumpangan dan menumpang pada orang yang nggak dikenal plus sok akrab pula, dan blalbla lainnya. mungkin penulis skenario pengin ngasih lihat kalau si marsha itu orangnya humble, mudah bergaul... TAPI... kebablasan kalau menurut gue. jadi kayak penderita manic episode.
gitu juga laura, dengan versi sebaliknya.
|
sudut ini memperlihatkan selera tinggi dan kekerenan DoP-nya. |
sebenarnya, film laura dan marsha ini punya ide cerita yang bagus. namun sayang sekali saudara-saudara... alur cerita dan penokohan karakternya jelek, pake banget. selain karakter keduanya yang kelewat ekstrem, beberapa alur ceritanya bisa dibilang nggak logis. terus, banyak dialog nggak penting, aneh, dan norak. bahkan, pada adegan laura dan marsha berantem, akting yahud yang biasa ditunjukin adinia wirasti maupun prisia nasution jadi berasa hambar. karena apa? karena dialognya katcrut! kalau lo suka nonton film-filmnya quentin tarantino, atau kalau lo pernah nonton the lucky number slevin dan people like us, lo pasti bakal maki-maki dialog di film laura dan marsha. pokoknya gitu deh, kalau ada yang bilang akting prisia nasution dan adinia wirasti jelek di film ini, itu gara-gara penokohannya dari skenarionya yang emang nggak banget. saran gue buat penulis naskah dialognya, mending nonton tiga hari untuk selamanya dan jakarta maghrib (yang diperanin adinia wirasti juga), atau... mama cake. secara... ketiga film itu dialognya keren banget untuk ukuran film indonesia.
kalau ada yang harus dapat rapor merah di film ini, orang itu adalah penulis skenario, dialog, dan penokohannya. sumpah jelek banget!
tapi director of photography dan music director film ini layak diacungi jempol. menurut gue, mereka berdua berhasil dengan sukses dapetin suasana eropa. bahkan di beberapa adegan, dengan perpaduan sinematografi dan musik yang pas, film laura dan marsha ini kelihatan kayak film kelas dunia. pergerakan kamera, pencahayaan, dan view-view yang menjadikan film ini ada seninya.
|
di adegan ini, sudut dan pencahayaannya kelas dunia. |
finally, terlepas dari skenarionya yang jelek, sebenarnya film ini layak diacungi jempol untuk ukuran film indonesia. jadi saran gue, pas lo nonton, lo setting audionya. ilangin semua dialog, lo nonton aja gambar gerak-gerak sambil dengerin musik soundtrack. pasti film ini berasa keren.
ya kalee?!!
Overall, gue kasih rating 7,5 (untuk ukuran film Indonesia) dan 5,5 (untuk ukuran film dunia)